Merantau (part 2)

Banyak yang bilang "wah keren ya", "wah enak ya", "kok kamu bisa e?". Siapa sih emang yang gak pengen pergi ke luar negri? Entah hanya untuk liburan, nambah stok foto instagram, buat check in path di tempat-tempat kece di luar negri (biar terkesan wah), atau untuk hal serius yaitu sekolah dan kerja. Tahun ini memang saya diberi kesempatan untuk itu (bukan nyombong, hanya sekedar share). Dimana? Di negri sakura, Jepang.
Pertanyaan selanjutnya setelah saya sampai di sini adalah "gimana betah gak?", "enak gak di sana?", "terus kamu makannya gimana? Jajan atau masak?", dan masih banyak pertanyaan sederhana tapi menunjukkan penuh perhatian (terharu kadang). Oke. Pada postingan kali ini saya akan berbagi tentang sedikit kehidupan saya di sini.

"Gimana betah gak?"

Jujur, betah-betah aja sih di sini. Karena menurut saya hidup di sini sangat teratur. Gimana egak? Pejalan kaki yang mau menyebrang jalan aja harus mengikuti rambu-rambu pejalan kaki. Walaupun jalan sepi kayak apa tapi kalau lampu masih merah gak ada yang menyebrang jalan (keren banget gak sih orang-orang di sini). Tidak kalah kehidupan pribadi saya pun ikut teratur, salah satunya adalah jadwal makan saya. Bisa dipastikan saya makan tiga kali dalam sehari, kadang malah empat kali. Sarapan itu pasti karena diperlukan energi ekstra untuk menempuh perjalanan menuju kampus (karena jalan tanjakan, walaupun hanyak tiga kali seminggu melewati tanjakan tersebut), makan siang pasti karena setiap jam makan siang saya dan teman-teman seprogram makan siang bersama, makan malam sangat pasti karena entah kenapa setiap pulang kuliah bawaanya selalu lapar. Bebas sampah banget, yang mengotori jalan/trotoar hanyalah daun-daun yang beguguran, itu pun tidak banyak dan tidak mengganggu pemandangan. Saya juga sangat mudah menjumpai daging babi dijual bebas di sini (ini sih yang bikin paling bahagia). Sejauh ini saya juga merasa di sini aman sentosa, jalan larut malam pun enjoy aja. Barang-barang di sini hampir 100% kawaii (kalo gak pinter memgatur keuangan bakal jebol deh tu dompet).

"Enak gak sih Ven tinggal di sana?"

Enak-enak gak enak sih menurut saya. Why? Enak karena hidup di sini teratur, bahkan bisa dibilang sangat teratur, terus gak enaknya? Kamu harus mengerti bahasa Jepang! Minimal untuk berkomunikasi ketika belanja. Dan yang paling sedih adalah buah dan sayur di sini sangat mahal :( jika dibandingkan dengan Indonesia (bikin kangen Indonesia banget kan kalo gini caranya). Makanan Jepang cenderung tidak memiliki rasa yang kuat seperti makanan Indonesia, jadi mungkin bagi orang-orang yang lidahnya Indonesia banget agak susah beradaptasi.

"Kamu tinggal di mana?"

Berhubung saya hanya pertukaran pelajar jadi ya saya diberi fasilitas dari kampus untuk tempat tinggal, yaitu asrama mahasiswa internasional. Di asrama ini saya bisa bertemu banyak manusia dari berbagai negara termasuk Indonesia. Biaya sewa asrama ini juga tergolong sangat murah (SANGAT) dengan fasilitas lengkap kecuali koneksi internet.

"Terus kamu makannya gimana? Jajan atau masak?"

Hahahaha, awalnya geli ketika ada yang bertanya seperti ini. Beberapa hari pertama tinggal di sini, beberapa kali jajan karena belum belanja dan belum memiliki niat untuk masak, masak pun hanya rebus air untuk oat meal dan mie instan. Setelah beberapa hari itu berlalu mulai lah mencoba belanja dan masak ala kadarnya (karena kalo jajan terus nanti boros dong). Jajan di sini tidak semudah jajan di Indonesia, di manapun mudah untuk menjumpai rumah makan padang, warteg, warmindo, dan segala macam warung makan dengan harga 5ribu pun kenyang. Di sini restoran paling murah sekalipun, sekali makan sekitar 500円 dan itu hanya makudonaru belum beserta taxnya. Ada yang lebih murah di kantin, bisa makan kenyang hanya dengan mengeluarkan uang sekitar 300円. Coba itu di bawa ke Indonesia, bisa makan hitz di restoran fast food terkemuka. Dengan harga yang agak tidak bersahabat di kantong, saya lebih memilih untuk memasak daripada jajan. Jajan mungkin hanya sesekali.

"Tempat tinggal mu deket gak sama kampus? Kalo ke kampus naik apa?"

Jadi, tempat tinggal saya (saya lebih suka menyebutnya dorm) jauh dan dekat dengan kampus. Lho kok bisa? Iya, karena universitas saya memiliki 2 lokasi kampus. Satu kampus dekat, karena hanya perlu menyebrang jalan dari dorm dan kampus lainnya cukup jauh, sekitar 35 menit naik sepeda dengan kecepatan santai. Awal kuliah saya berangkat ke kampus yang jauh itu menggunakam bus dan kereta dan kemudian menggunakan sepeda. Bus dan kereta adalah salah dua angkutan umum yang bisa membawa kita kemana saja dengan harga cukup terjangkau. Sepeda, kendaraan pribadi yang udah berasa motor kalau di Indonesia.

"Kamu di sana ngelab atau belajar apa?"

Saya di sini belajar tentang banyak hal terutama bahasa jepang. Pelajaran yang paling berharga yang saya peroleh di sini adalah tentang hidup. Karena hidup di negara orang dan jauh dari orang tua bukan hal yang mudah (bagi saya). Hampir tiap pagi saya berusaha bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan (padahal biasanya di rumah tinggal makan), saya benar-benar harus bisa mengatur keuangan supaya uang yang saya dapat cukup untuk hidup dan jalan-jalan. Ya, itulah hidup. Tantangan besar dan saya (berusaha untuk selalu) menikmatinya.

Ya begitulah sekelumit kehidupan anak rantau di negri orang. Enak atau tidak tinggal di negri orang tergantung bagaimana kita menikmati. (v)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What's Wrong With My Name?

Pertemuan

Merantau (Part 1)