Merantau (Part 5)

Winter in Kyoto #1

Postingan kali ini saya akan berbagi pengalaman saya berkeliling Kyoto yang akan saya bagi-bagi menjadi beberapa part. Cerita ini berawal dari keputusan untuk berangkat ke Kyoto di awal winter ini (rencana awal mau spring berangkat tapi entah apa yang terjadi kenapa tiba-tiba berubah pikiran). Bermodal nekat dan uang seadanya (sengaja biar gak boros) berangkat dari Tokyo jam 08.30 (tapi keluar kamar jam 06.30) dan sampai Kyoto jam 17.40 (ini kelewat on time, bener-bener jam 17.40 tengg bis berhenti di halte depan stasiun, padahal naik bis kemungkinan molor sangat besar).
Singkat cerita setelah saya turun bis dan bertemu teman saya yang kebetulan sedang sekolah di Kyoto dia bertanya ke saya,
"Mau kemana nih?"
"Cari makan", dengan polos dan sangat spontan saya jawab sesederhana itu karena memang saya sangat lapar.


Makan pertama saya di Kyoto adalah di warung ramen halal (Ayam Ya) yang sepertinya cukup terkenal. berhubung saya sangat capek dan gak mau ambil pusing jadi semua saya serahkan ke teman saya dan makanan datang. Entah apa nama menunya, tapi lumayan lah enak, mungkin karena efek saya lapar juga (dan ternyata nama menunya adalah Jakarta Fu Mazemen). 

Jakarta Fu Mazemen
Setelah merasa kenyang kemudian saya ingin menuju ke tempat saya menginap, tapi masih terlalu sore untuk pulang jadi saya lanjutkan perjalanan ke Kyoto Station untuk menikmati cantiknya Kyoto Tower walau hanya bertahan kurang dari 1 jam dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke tempat saya menginap. Keesokan harinya, setelah saya membuat janji untuk memulai perjalanan dengan teman saya, kami berkereta menuju Kyoto National Museum dan yang terjadi adalah museum hari itu tutup. Saya rasa ini merupakan kebodohan terbesar dalam hidup saya ketika pergi ke museum tanpa melihat kalender museum di websitenya terlebih dahulu. Setelah kecewa karena museum tutup, akhirnya kami mengunjungi Toyokuni Shrine di belakang museum.
Toyokuni Shrine
Setelah merasa bosan dan putus asa, sekali lagi karena museum yang tutup, kami berjalan tanpa arah dan tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Fushimi Inari Taisha dengan jarak yang cukup jauh dari Toyokuni Shrine. Fushimi Inari Taisha ini terletak di perbukitan dengan puncaknya berada di ketinggian 233 mdpl. Fushimi Inari Taisha merupakan salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Kyoto. Shrine ini terkenal karena memiliki banyak Torii (penjelasan lebih lengkap bisa lihat di sini). Dari pintu masuk di depan Inari Station kita sudah disambut manis oleh main gate dan patung Fox yang menjadi maskot shrine ini.
Main gate Fushimi Inari Taisha
Setelah melewati main gate ini kita bisa menemukan peta area dari Fushimi Inari Taisha dan memulai perjalanan untuk menyusuri ribuan Torii sampai ke puncak. Di bagian bawah atau sekitar main gate terlihat banyak sekali pengujung yang datang baik untuk beribadah maupun untuk berwisata. Setelah naik semakin ke atas semakin sedikit pengunjung, tidak seramai di bawah. Perjalanan menuju puncak bukit ini kita melewati banyak Torii yang di susun berjajar menyerupai terowongan, konon nama-nama yang tertulis disetiap Torii ini merupakan nama donatur untuk Fushimi Inari Taisha. Di setengah perjalanan menuju puncak terdapat area dengan pemandangan kota Kyoto, kita bisa beristirahat sejenak sambil menikmati Kyoto dari atas. Lama waktu yang dibutuhkan dari bawah menuju punjak hingga ke bawah lagi kurang lebih 1,5 jam sampai 2 jam tergantung dari semangat, kecepatan melangkah, dan lama waktu yang digunakan untuk berfoto.
foto diantara Torii
Setelah sampai di bawah lagi kami segera mengambil jalan keluar menuju stasiun. Di sepanjang jalan banyak sekali pedagang, baik yang berjualan makanan maupun souvenir. Seperti manusia pada umumnya kami tergoda untuk membeli beberapa souvenir (bukan untuk siapa-siapa tapi hanya untuk koleksi sendiri) dan juga kami tergiur untuk membeli 2 jenis makanan. Makanan pertama yang kami beli adalah lupa namanya apa, semacam kue tradisional Jepang dengan kacang merah atau sesuatu krim di dalamnya. Makanan kedua yang kami beli adalah TAKOYAKI dengan ukuran yang besar dan menggiurkan (mungkin 2 kali lipat yang dijual di Indonesia) dan rasanya oishikatta!
Makanan pertama yang kami beli dengan isi krim
Makana kedua yang kami beli, TAKOYAKI
Setelah kenyang dan lelah sampai juga kami di stasiun, saya memutuskan untuk pulang dan teman saya kembali ke kampusnya.

(Bersambung . . .)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What's Wrong With My Name?

Pertemuan

Merantau (Part 1)